Cerpen ini ditulis oleh Irena Widya Sari dalam rangka TV RUSAK EVENT "Sejuta Pohon Untuk Dunia". Anda juga bisa mengirimkan cerita baik itu artikel, cerpen, atau puisi ke tvrusaknews@tvrusak.com. Keterangan lebih lanjut, klik link INI.
Rere
dan Pohon Impian
Disebuah desa ada seorang
anak kecil bernama Rere yang tinggal bersama sang nenek. Sejak kecil Rere telah
berpisah dengan kedua orang tuanya. Sang Ibu harus mengadu nasib ke negeri
orang sebagai TKW, sedangkan sang ayah entah pergi kemana. Setiap hari Rere
selalu ikut neneknya pergi ke alas (hutan) mencari kayu untuk dijual ke desa sebelah. Di usianya
yang seperti ini harusnya dia dapat menikmati masa sekolah tanpa harus
memikirkan beban hidupnya.
Rere memiliki sahabat
yang selalu membuatnya tersenyum. Sebut saja Via. Via adalah anak uragan
Erlanda, orang terkaya di desanya. Ketika dirasa cukup ranting kayu yang
dikumpulkan, Rere dan nenek beristirahat di bawah pohon jati yang paling tinggi
dan paling besar di alas itu. Tak terkecuali Via, dia selalu datang membawa
rantang makanan untuk Rere dan neneknya tanpa sepengetahuan ayahnya.
“Aku bawa makanan
spesial loh…” Ujar Via.
“Waah… banyak sekali,
nanti kalau dimarahin juragan gimana?” tanya Rere
“Kalau bisa ketahuan,
jangan panggil aku Via” balasnya sombong
Via memang pandai main
umpet-umpetan sama Ayahnya, nyaris tak pernah ketahuan sama sekali aksinya ini.
Untung saja Bunda Via baik dan bisa diajak kompromi. Sehingga bisa dengan
mudahnya dia lolos dengan makanan dalam rantangnya.
“Rasanya sejuk ya,
duduk di bawah pohon ini.” Kata Via
“Iya, ini satu-satunya
pohon yang paling besar di alas ini. Kata nenek, usia pohon ini sudah tua.”
“Waah… pantas saja
pohon ini beda dengan yang lain”
Mendengar percakapan
Rere dan Via, nenek pun tersenyum. Dia pun menghampiri kedua gadis kecil itu.
“Pohon ini sudah ada
sejak nenek masih seusia kalian”
“Berarti pohon ini
usianya sama dengan nenek dong?” celetuk Rere penasaran
Nenek hanya tersenyum.
Lalu nenek menceritakan kehidupan masa kecilnya. Mulai dari desa ini masih
menjadi hutan dengan tanaman buah-buahan sampai adanya proyek perluasan desa
yang membabat habis pohon-pohon yang ada di alas ini. Rere dan via
manggut-manggut mendengar cerita nenek.
“Jahat sekali ya
mereka. Teganya menebang pohon-pohon di alas ini. Tapi nek, apa pohon
buah-buahnya masih ada?” tanya Rere
makin penasaran
“Memangnya kalau masih
ada kenapa? Kamu mau ambil ya?” ledek Via
“Ih, aku kan hanya
ingin tahu saja” balas Rere
“Sudah, ayo kita pulang
hari sudah semakin senja”
Rere, Via dan nenekpun
berjalan pulang. Sepanjang perjalanan Rere memandangi pohon Jati besar itu. ‘Sampai kapanpun aku akan selalu melindungi
dan menjagamu. Takkan kubiarkan tangan ganas mereka menyentuh dan merebutmu
dariku’ batin Rere.
Hari demi hari telah
berlalu. Rere tumbuh menjadi anak remaja yang cantik. Rere sekarang sudah SMA.
Berkat bantuan pemerintah dan kiriman uang dari Bundanya dia dapat bersekolah
layaknya anak-anak yang lain. Namun, Rere tak lagi bersama-sama dengan Via.
Karena juragan Erlanda menyekolahkannya ke Kota. Sebelumnya, Via dan Rere telah
menanam beberapa bibit pohon jati pemberian pak Amat pengelola kebun. Mereka
menanamnya tepat di sebelah pohon tua, agar si tua mempunyai teman.
Tapi kini hanya tinggal
Rere, Pohon Jati tua dan pohon-pohon jati kecil yang masih dalam masa
pertumbuhan. Nenek sudah semakin renta, sehingga tak dapat lagi mencari kayu di
alas. Rere lah yang menggantikan tugas nenek. Dia mencari kayu setelah pulang
sekolah. Rere tak pernah malu menjadi gadis pencari kayu bakar. Jika dia malu,
dia dan neneknya tidak akan bisa makan dan bertahan hidup.
Suatu hari, sepulang
dari sekolah Rere langsung ke alas untuk mencari ranting kayu yang jatuh. Namun
dia mendengar suara gemuruh dari tengah alas. Karena penasaran, diapun mencari
sumber suara. Betapa terkejutnya dia melihat robot-robot besar yang sedang
menggaruk tanah. Dan di sampingnya banyak batang pohon yang terbaring tanpa
daunnya. Kali ini Rere benar-benar tak habis pikir, apa yang akan mereka
lakukan dengan hutan ini? Apakah akan terjadi lagi penggundulan hutan seperti
yang diceritakan Nenek? Tanpa pikir panjang lagi, Rere langsung pergi ke rumah
pak Kades tanpa memperdulikan kayu-kayu yang telah ia kumpulkan. Ini jauh lebih
penting.
Sesampainya disana,
bukannya mendapat dukungan justru dia mendapatkan teguran. Bapak Kepala Desa
menjelaskan bahwa itu merupakan proyek pembangunan jalan raya, untuk
mempermudah akses Desa menuju Kota tanpa harus berjalan jauh keluar hutan. Itu
juga dapat memudahkan para petani menjual hasil kebun mereka ke Kota.
Merasa usahanya sia-sia
diapun pulang ke rumahnya. Bingung harus berbuat apa. Jika protes, disangkanya
melawan petugas, tapi kalau diam saja dia juga akan kehilangan pohon-pohon
kecilnya dan juga si tua. Mereka dengan indahnya menebang pohon tanpa
menanaminya lagi. Padahal itu akan membawa effect samping yang buruk bagi bumi
ini. Kalau semua hutan dijadikan proyek pembangunan, lalu dimana tempat yang
menjadi lahan serap? Justru itu membuka peluang terjadinya bencana alam.
Malam ini Rere tak bisa
tidur. Dia masih khawatir dengan pohon-pohon kenangannya dan Via. Padahal dulu
mereka telah berjanji akan selalu menjaga pohon itu sampai tumbuh besar. Dan si
tua biar tumbang dengan sendirinya. Tapi apa yang dikatakan pak Kades ada
benarnya. Proyek itu juga bisa membuat desa kami makin di ketahui dan makin
maju.
“Re, kamu kenapa kok
belum tidur?” tanya nenek agak sedikit terbata-bata.
“Nggak ada apa-apa nek,
Rere belum ngantuk juga” jawabnya datar
Dia tak ingin nenek
tahu apa yang sedang dia pikirkan, karena dia tak ingin membuat nenek cemas.
Tapi, sepandai-pandai orang mengubur bangkai tikus pastia akan tercium juga.
Nenek tahu apa yang Rere khawatirkan.
“Nenek juga pernah
kecil, dan nenek juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan saat ini. Dulu
mereka tak memperdulikan apa yang nenek katakan”
“Maksud nenek?”
tanyanya heran
“Kamu lihat bunga-bunga
yang ada halaman rumah Via. Sangat Indah. Ada orang yang sangat menyukai bunga
dan adapula yang alergi dengan bunga. Ada yang butuh bunga dan ada juga yang
tidak begitu membutuhkannya. Tapi, kamu lihat pohon-pohon di alas. Pasti semua
orang suka bahkan membutuhkannya. Tanpa ada pohon, bumi ini akan panas,
gersang. Tapi ada masanya nanti pohon itu akan tumbang dan dimanfaatkan sebagai
bahan lain.” Rere masih bingung akan perkataan neneknya. “Jika mereka suka
menebang suka-suka, maka jadilah kamu orang pertama yang menanamnya kembali.
Menanam itu mudah.” Nenek tak melanjutkan kata-katanya lagi dan kembali tidur.
Rere mengerti apa yang dikatakan
oleh nenek. Sayangnya pohon tak bisa bicara. Andaikan bisa, mungkin dia akan
memberontak kepada mereka yang akan menebangnya sesuka hati.
Keesokan harinya, Rere
kembali ke rumah pak Kades. Dia meminta agar pohon-pohon hasil tanamnya jangan
ikut di tebas. Karena jika semua pohon di tebas habis, maka dia akan kehilangan
mata pencahariannya. Rere juga mengajak teman-temannya menanam pohon disekolah,
dia menjelaskan bahwa menanam itu mudah. Hanya perlu bibit dan lahan. Kalau tak
ada bibit dan lahan, kita bisa memanfaatkan yang ada. Seperti menanan biji
papaya, itu lebih mudah dan murah. Asalkan dirawat dengan baik, pohon-pohon itu
akan cepat tumbuh. Rere berharap bahwa pohon-pohon itu akan tumbuh besar dan
indah.
Rere menyimpan sejuta
harapan pada pohon Impiannya. ‘katanya
10kg tissue membutuhkan pohon yang berusia 10 tahun, maka kali ini 10 tahun
nanti sudah ada sepuluh cabang lahan pohon papaya dan pohon Jati di negeri ini.
Asal tekun kenapa tidak?’ batinnya. Kata pak Amat, jika semua orang
berfikir sama dengan mereka yang tak perduli lingkungan, maka bumi ini akan
semakin hancur. Maka dari itu kita harus berfikir beda dengan mereka. Kalau bukan kita yang merawatnya siapa
lagi?
My Biodata!
Nama :
Irene Widya Sari
Sekolah :
SMAN 4 Batam
Hobby :
Menulis, main blog, makan dan nonton
Cita-cita :
Ingin jadi penulis
Email :
Irenewidyasari97@gmail.com
Mau kenal lebih dekat bisa follow twitterku:
@mbk_Dya dan facebook : Irene Widya Sari J
Pesan: Pohon adalah ibu kehidupan, tanpa pohon
manusia akan sengsara. Tak akan ada teman yang menghasilkan oksigen banyak
untuk kita hirup. Semua orang pasti butuh pohon. So, ‘Gak ada pohon gak bagus’